• BERANDA
  • TULISAN
    • INDONESIA
    • KEMILITERAN
    • NUSANTARA
    • PUSTAKA
  • TENTANG KAMI
  • KONTAK
          • BERANDA
          • TULISAN
            • INDONESIA
            • KEMILITERAN
            • NUSANTARA
            • PUSTAKA
          • TENTANG KAMI
          • KONTAK KAMI
          • LINI MASSA
            • INSTAGRAM
            • YOUTUBE
            • SPOTIFY
          • BERANDA
          • TULISAN
            • INDONESIA
            • KEMILITERAN
            • NUSANTARA
            • PUSTAKA
          • TENTANG KAMI
          • KONTAK KAMI
          • LINI MASSA
            • INSTAGRAM
            • YOUTUBE
            • SPOTIFY

          Pasukan Siliwangi, Patriotisme Melampaui Tapal Batas

          Foto: Gahetna.nl Pasukan Siliwangi ketika Hijrah menuju wilayah Republik sesuai dengan Persetujuan Renville. Foto ini menunjukkan keterangan di daerah Tasikmalaya pada sekitar 5 Februari 1948.

          Ada sebuah catatan kecil sewaktu perjalanan hijrah di atas kapal MS. Plancius. Perwira-perwira Siliwangi yaitu Letkol Daan Yahya, Kapten Daeng Kosasih, Kapten Akhmad Wiranatakusumah dan Kapten Daeng Muhammad, atas prakarsa Kapten Cecep Aryana dan Letnan Sjunar Pringadi munculah lagu “Siliwangi Hijrah”:

          Oh beginilah
          Nasibnya soldadu
          Diosol-osol di adu-adu
          Tapi biar tidak apa
          Asal untuk Negeri kita
          Naik dan turun gunung
          Hijrah pun tak bingung

          Paduli teuing
          Urang keur ngabagong
          Nu narenjokeun ulah rea omong
          Kieu soteh miceun tineung
          Lamun prung mah moal keueung
          Pasukan Siliwangi
          Sa eutik geu mahi

          Sedianya, mereka telah mempersiapkan diri untuk mempertahankan kampung halaman yang merdeka dengan dikumandangkannya Proklamasi 17 Agustus 1945. Bahkan, kalaupun harus gugur berkalang tanah, prajurit-prajurit Siliwangi siap.

          Tetapi, mereka harus hijrah, karena tanah Pasundan melalui Persetujuan Renville atas seruan Dewan Keamanan PBB dan bantuan Komisi Jasa-jasa Baik Tiga Negara (KTN), menghasilkan keputusan bahwa  anak-anak Siliwangi yang berjumlah kurang lebih 40.000 prajurit harus angkat kaki dari kampung halamannya sendiri. Dan, daerah-daerah yang kosong setelah ditinggalkan itu menjadi milik kekuasaan Belanda.

          Dengan taat kepada pimpinan, Pasukan Siliwangi pun berangkat membawa patriotismenya melewati tapal batas. Mereka membuktikan makna sejati dari patriotisme tanpa reserve, yang berarti sikap berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Walaupun, tanah merdeka ternyata menjadi bukan termasuk kampung halamannya, mereka tidak berontak kepada pimpinan.

          Pasukan Siliwangi berangkat ke Yogyakarta. Dan, tak lama sejak tibanya di ibukota baru Republik itu, mereka segera diberangkat untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun yang pada 18 September 1948 memproklamirkan diri sebagai “Sovyet Republik Indonesia”.

          Oleh Gubernur Militer Gatot Subroto, Siliwangi diberi batas waktu selama 14 hari untuk merebut kembali kota Madiun, dan tidak sampai 14 hari tugas itu sudah berhasil diselesaikan dan mengumumkannya melalui Radio Madiun. Selanjutnya, Pasukan Siliwangi juga bergerak bersama satuan-satuan lain seperti dari MBB Jawa Timur, RKB Banyumas dan MBB Jawatan Kepolisian dalam melakukan penumpasan dan pengejaraan selama dua bulan.

          Usai memadamkan PKI-Muso, Siliwangi ternyata tidak bisa kembali sebab datang Agresi Militer Belanda ke Yogyakarta. Dalam pengaturan taktis strategis Jenderal Sudirman langsung memerintahkan antara lain agar pasukan-pasukan yang dulu terpaksa hijrah akibat Persetujuan Renville supaya bergerak kembali ke kedudukan-kedudukan semula dengan jalan menyusup melalui kampung-kampung tanpa menggunakan kendaraan.

          Foto: Dok. Hendi Jo. Long march meninggalkan Jawa Tengah.

           

          Adegan dalam film Darah dan Doa karya Usmar Ismail, yang bercerita tentang kembalinya pasukan Siliwangi ke Jawa Barat usai menumpas PKI-Muso, dan jatuhnya Yogya dalam Agresi Militer Belanda.

          Siliwangi pun melakukan Longmarch kembali ke kampung halamannya. Di jalan, mereka menyusuri penghadangan demi penghadangan yang dilakukan oleh Belanda maupun Darul Islam pimpinan Kartosuwiryo. Tentang Darul Islam (DI), pasukan Siliwangi yang telah lama pergi sama sekali tidak mengetahui perubahan situasi di Jawa Barat.

          Akhirnya, untuk pertama kali dan berlangsung secara besar-besaran pertempuran pecah di perkebunan Antralina, daerah Kabupaten Garut, 25 Januari 1949. Akibat dari pertempuran ini pihak DI pun mengeluarkan “Maklumat DI No.1” yakni menganggap Siliwangi yang baru pulang dari hijrah sebagai “tentara liar” yang perlu ditindak.

          Dan, karena terus terdesak, DI kemudian mulai melancarkan teror dengan komando: “Perintah Perang Semesta” atau “Perintah Tanpa Kembali”; yang menyasar korban seperti terjadi di desa Trowek, Ciawi, Sukamaju, Garut, Cinanggela, Slawi, Cambarea, Sukawening dan lainnya. Maka sambil memeram gelisah karena harus menghadapi saudara kampung sendiri, prajurit-prajurit Siliwangi pun tetap membuktikan kembali patriotisme dan keunggulan yang tumbuh dari jiwa kemerdekaannya. Mereka bergerak dengan taktik “ISOLASI TOTAL” dan “PAGAR BETIS” dalam Operasi Brata Yudha sampai berhasil menangkap Kartosuwiryo.

          Selanjutnya, prajurit-prajurit Siliwangi tak juga sepi dari tugas operasi baik di dalam maupun hingga jauh ke luar kampung halamannya. Mereka berangkat lagi, lagi, dan lagi, sebagai patriot-patriot yang tidak pernah surut nyali. Sungguh, tak terbayangkan luka perih yang bakal mereka rasakan apabila kemerdekaan di republik ini sampai dikorupsi atau bahkan patah.

          Share

          Cari di Matapadi :

          Artikel Pilihan :

          • Peristiwa Minggu Palma, Pengalaman Buruk Brimob Batalion Teratai
          • Prayitno, Antara Kopasandha dan Brimob
          • Sniper: Membunuh dalam Kesunyian
          • Amji Atak, dari Pahlawan Menjadi Ksatrian
          • Awal Kebangkitan Eropa

          Artikel Terbaru :

          • Tentang Buku Serangan Umum
            February 26, 2021
          • Limbah dan Pengaburan Sejarah Aceh yang Agung
            February 25, 2021
          • Diplomat-Diplomat Kancil
            February 24, 2021
          • Klewang Dan Pertempuran Di Aceh Yang Mematikan
            February 23, 2021
          • Pengaruh dan Kemegahan Singgasana Aceh
            January 27, 2021

          Matapadi Pressindo

          Minggiran MJ II / 1378, RT/RW : 63/17
          Suryadiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta 55141
          0274-388895, 0817-9407-446

          © 2021 Matapadi. All Rights Reserved.
          • Kontak Kami
          • Disclaimer
          • Privacy Policy
          • Pedoman Pemberitaan Media Siber