matapadi-logo-2-200matapadi-logo-2-200matapadi-logo-2-200matapadi-logo-2-200
  • BERANDA
  • TULISAN
    • INDONESIA
    • KEMILITERAN
    • NUSANTARA
    • PUSTAKA
  • TENTANG KAMI
  • KONTAK
✕

Kebesaran Hati Sang Panglima Besar

“Satu-satunya hak milik nasional Republik yang masih tetap utuh dan tidak berubah-ubah meskipun harus menghadapi segala macam soal dan perubahan hanyalah Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia)…”

Demikian kutipan dari pidato Panglima Besar Jenderal Sudirman yang banyak dijadikan sebagai kata-kata mutiara, motto, maupun penyemangat prajurit TNI.

Kalimat ini merupakan kutipan dari surat Panglima Besar Sudirman tertanggal 1 Agustus 1949 kepada Presiden Sukarno yang ditulisnya ketika sakit. Ketika itu, tengah terjadi krisis politik-militer di pusat pemerintahan Republik di Yogyakarta.

Baru saja dilangsungkan sebuah ‘perundingan’ antara Republik Indonesia dan Belanda yang berbuah kekecewaan dari TNI terhadap delegasi Indonesia yang diwakili Mohammad Roem.

Perundingan yang lebih tepat dikatakan sebagai ‘pernyataan bersama’ antara Indonesia dan Belanda ini memang menimbulkan kekecewaan yang teramat sangat. Roem Roijen Statement menimbulkan resistensi di kalangan Angkatan Perang Republik Indonesia (TNI).

Dalam salah satu keberatannya, Panglima Besar Jenderal Sudirman tidak bisa menerima kata-kata dari delegasi Indonesia dengan menyatakan TNI atau Angkatan Perang RI sebagai “pengeluaran perintah kepada pengikut-pengikut Indonesia yang bersenjata untuk menghentikan gerilya.”

Pernyataan ini memang senada dengan propaganda dan agitasi Belanda dalam berbagai forum dan media, yang selalu menyatakan bahwa TNI atau Angkatan Perang Republik itu tidak ada, kecuali hanya gerombolan massa bersenjata, perampok, pelaku kriminal, ektrimist dan sebutan buruk lainnya.

Padahal TNI telah berhasil membuktikan eksistensinya pada Serangan Spektakuler Serangan Umum 1 Maret 1949, 2 bulan sebelum berlangsungnya Pernyataan Roem Roijen.

Namun, sekalipun marah dan kecewa, Panglima Besar dengan kebesaran hatinya menyatakan keberatannya itu ditulis dalam nota protes pada tanggal 22 Juni 1949.

Kutipan di atas berlanjut dengan kalimat “… maka sebenarnya menjadi kewajiban bagi kita sekalian yang senantiasa tetap mempertahankan tegaknya Proklamasi 17 Agustus 1945. Untuk tetap memelihara agar supaya hak milik nasional Republik itu tidak dapat diubah-ubah oleh keadaan yang bagaimana pun juga.”

@matapadi

Share

Cari di Matapadi :

✕

Artikel Pilihan :

  • Peristiwa Minggu Palma, Pengalaman Buruk Brimob Batalion Teratai
  • Amji Atak, dari Pahlawan Menjadi Ksatrian
  • Prayitno, Antara Kopasandha dan Brimob
  • Sniper: Membunuh dalam Kesunyian
  • Perang Sunggal, Perjuangan Soal Martabat dan Kedaulatan

Artikel Terbaru :

  • Medhang Bhumi Mataram: Hegemoni Peradaban dan Kekuasaan Jawa Kuno Abad Ke-8 Hingga Ke-10 Masehi
    December 8, 2022
  • Kronik ORI: Oeang Republik Indonesia 1945-1950
    December 1, 2022
  • How to Check and Fix Corrupt Registry in Windows
    October 26, 2022
  • Surabaya Klasik: Dari Airlangga hingga Hayam Wuruk (1019–1389)
    September 7, 2022
  • PEMAKAMAN SUKARNO TAK SESUAI WASIAT?
    June 21, 2022

Matapadi Pressindo

Jalan Tanjung/TJ No. 64 RT. 33 RW. 09, Kampung Sorogenen, Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta
Umbulharjo, Kota Yogyakarta
D.I. Yogyakarta 55162. 0817-9407-446

© 2023 Matapadi. All Rights Reserved.