historyhistoryhistoryhistory
  • Sample Page
  • Stories
  • home_bandw_step3
  • About
  • Contact
  • Buy now
Published by Bp0ya*&SKh(lUSvgM0zbqy7L on March 9, 2019
Categories
  • Indonesia
Tags
  • 1945
  • belanda
  • Indonesia
  • kmb
  • konfrensi
  • nagabonar
  • rosihan
  • sejarah

KMB dan Kampung Neneknya Si Murad

Dalam pertemuan di Konfrensi Meja Bundar (KMB), pihak Belanda mengatakan, “Kami, sebagai tuan sesuai dengan hukum internasional, dan akan tetap demikian hingga nanti kami menyerahkan kedaulatannya…”. Pernyataan Belanda inipun segera ditanggapi keras oleh Delegasi Republik Indonesia. “Yang benar saja dong! Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, oleh Sukarno dan Hatta. Selesai!”

Begitulah kesaksian yang dituturkan oleh Rosihan Anwar di seputar alotnya KMB. Sebelumnya, Nederland Indie diakui sebagai milik Belanda. Namun, ketika Jepang menyerbu, Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati dan menyerahkan Nederland Indie kepada Jepang.

Lalu, ketika Jepang menyatakan menyerah setelah dibom atom, bersamaan dengan itu berlangsung situasi vacuum of power. Ketika itulah terbit Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, di mana pihak Jepang juga belum menandatangani penyerahannya kepada Sekutu, yang baru dilakukannya kemudian pada 2 September 1945. Bangsa Indonesia, yang telah menyatakan kemerdekaannya, pun ditolak oleh Belanda atas dasar argumen hukum internasional. Sehingga, Yogyakarta sebagai Ibukota RI, menurut Belanda sah-sah saja untuk diserang dan diduduki. Pihak Belanda mengedepankan aspek hukum sebagai landasan dalam KMB.

Sementara itu, Muhammad Hatta, Proklamator yang mereka telah tolak eksistensinya, justru hadir sebagai delegasi utama pada prosesi “Transfer of Sovereignity” tersebut di Den Haag, dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta. Bahkan, di sela berjalannya KMB, Hatta pun merayakan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945, secara leluasa bersama Sultan Hamid II dan lain-lainnya, termasuk juga orang-orang Belanda yang bersimpati pada perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia. Padahal 17 Agustus 1945 tidak pernah diakui pemerintah Belanda.

Berbicara soal “hukum”, yang notabene selalu dijunjung-junjung oleh Belanda, menarik untuk disimak adegan dialog dalam film Naga Bonar yang legendaris itu, sebuah film dengan set sejarah sebelum KMB.

“Kenapa abang tunjuk Parit Buntar? Padahal kita semua tahu kalau tempat itu sudah mereka duduki. Ini soal garis demarkasi, Bang!”

“Bah.. kenapa mereka duduki, itu kan kampung neneknya Si Murad!, Jadi bukan kampung mereka! Coba… kau bilang kepada Mayor Jam Tangan itu, supaya mereka jangan tinggal di kampung neneknya Si Murad! Tapi pulang ke kampung mereka!”.

Menurut hukum, yang berjalan melalui perundingan sebagai dasar, Parit Buntar adalah wilayah Belanda. Tetapi, sekali lagi, “itu kampung neneknya si Murad!” sebagaimana Naga Bonar katakan. Sedangkan si Murad dan Naga Bonar berjuang untuk tegaknya Republik Indonesia.

Share
0
Bp0ya*&SKh(lUSvgM0zbqy7L
Bp0ya*&SKh(lUSvgM0zbqy7L

Related posts

Rakyat jawa Barat yang hijrah di hadapan inspeksi tentara Belanda. Sumber: Nationaal Archief.

May 29, 2024

Cerita Orang Biasa dalam Perang Kemerdekaan


Read more
June 5, 2023

MAYOR KAWILARANG DAN HARTA KARUN JEPANG


Read more
June 21, 2022

PEMAKAMAN SUKARNO TAK SESUAI WASIAT?


Read more
KMB dan Kampung Neneknya Si Murad
Contact with us:

Nullam viverra consectetuer quisque cursus et, porttitor risus.


61 (0) 383 766 284


noreply@envato.com

Localization:

Envato
Level 13, 2 Elizabeth St
Victoria 3000
Australia

© 2025 Betheme by Muffin group | All Rights Reserved | Powered by WordPress